Sekarang ini tarik-menarik antara kepentingan idealisme dan pragmatisme selalu terjadi dalam dunia pendidikan. Diakui atau tidak, sekarang ini pertimbangan banyak orangtua menyekolahkan anaknya adalah agar kelak mendapatkan pekerjaan yang memadai sesuai dengan investasi yang ditanamkan di sekolah. Orangtua akan mengeluh jika anaknya yang telah bersekolah menghabiskan biaya besar tidak mendapatkan pekerjaan yang semestinya. Di lain sisi, sekolah-sekolah ramai melakukan branding agar mereka tidak ditinggalkan para konsumen.

Barangkali ii adalah suatu kegundahan para penulis di buku ini. Mereka memperbincangkan, mengomentari, mengkritik, dan memberi saran, dan mengangkat solusi anternatif terhadap dunia pendidikan dalam suasana "demam posmo". Demam yang menawarkan "baju" habermasian, fouauldian, gramchian, feminisme, juga narasi-narasi lokal lain, yang dengan bagu-baju tersebut justru membuat telanjang dunia pendidikan. Setelah terlucuti, mudah-mudahan saja ruh --idealisme-- yang selama ini tersingkirkan mampu melenggang maju, atau justru muncul sintesis baru?